Mewujudkan Pendidikan Berkarakter Melalui Program Adiwiyata
MEWUJUDKAN
PENDIDIKAN BERKARAKTER MELALUI PROGRAM ADIWIYATA
oleh
Misri
Astutik
A. Latar
Belakang
Tujuan
pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan
insan yang berkarakter kuat. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King,
yakni “intelligence plus character that is the goal of true education”
(kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).
Pendidikan
karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan
secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.
Dalam tataran teori,
pendidikan karakter sangat menjanjikan bagi menjawab persoalan pendidikan di Indonesia. Namun dalam
tataran praktik, seringkali terjadi bias dalam penerapannya. Tetapi sebagai
sebuah upaya, pendidikan karakter haruslah sebuah program yang terukur
pencapaiannya. Bicara mengenai pengukuran artinya harus ada alat ukurnya, kalau
alat ukur pendidikan matematika jelas, berikan soal ujian jika nilainya diatas
strandart kelulusan artinya dia bisa. Nah, bagaimana dengan pendidikan
karakter?
Jika
diberi soal mengenai pendidikan karakter maka soal tersebut tidak benar-benar
mengukur keadaan sebenarnya. Misalnya, jika anda menemukan sampah plastik dalam
radius satu meter dengan anda, apa yang anda lakukan ? Untuk hasil nilai
ujian yang baik maka jawabannya mengambilnya dan membuangnya di tempat sampah.
Apabila hal ini benar-benar terjadi apakah akan terjadi seperti teorinya?
Seperti jawaban dalam ujian?. Lalu apa alat ukur pendidikan karakter?
B. Pendidikan
Berkarakter
Kata character berasal dari bahasa Yunani
charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang
melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti
itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan
karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku yang
bersifat individual, keadaan moral seseorang. Setelah melewati tahap anak-anak,
seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter
seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya (Kevin Ryan,
1999: 5).
Williams & Schnaps (1999) mendefinisikan pendidikan karakter
sebagai “any deliberate approach by which school personnel, often in
conjunction with parents and community members, help children and youth
become caring, principled and responsible”.
Maknanya dari pengertian pendidikan karakter
yaitu merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah,
bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota
masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki
sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu,
di dalam pendidikan karakter semestinya memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.
Observasi atau
pengamatan yang disertai dengan indikator perilaku yang dikehendaki. Misalnya,
mengamati seorang siswa di kelas selama pelajaran tertentu, tentunya siswa
tersebut tidak tahu saat dia sedang di observasi. Nah, kita dapat menentukan
indikator seorang siswa yang peduli lingkungan jika dia bisa membuang sampah
pada tempatnya dengan benar, anggaplah dia bisa memilah sampah organik atau
anorganik kemudian membuangnya ke tempat sampah yang disediakan dengan benar. Mudah bukan? Dan ini harus dibandingkan dengan
beberapa situasi, bukan hanya didalam kelas saja. Ada banyak cara untuk
mengukur hal ini, gunakan kreativitas anda serta kerendahan hati untuk belajar lebih maksimal agar pengukuran ini lebih sempurna.
Akan tetapi membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan
cepat. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk
membuat rentetan Moral Choice (keputusan moral) yang harus
ditindaklanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan
reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom
(kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang. Menurut Helen Keller
(manusia buta-tuli pertama yang lulus cum laude dari Radcliffe College di tahun
1904) “Character cannot be develop in ease and quite. Only through experience
of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition
inspired, and success achieved”.
C. Bagaimana
Mengembangkan Karakter
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya dan adat istiadat.
Bagi
Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan
usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan
menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada
masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat
Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa
diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan,
tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab,
tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa
percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan
kita bangsa Indonesia.
Pendidikan bukan sekedar berfungsi sebagai media untuk
mengembangkan kemampuan semata, melainkan juga berfungsi untuk membentuk
watak dan peradaban bangsa yang bermartabat. Dari hal ini maka sebenarnya
pendidikan watak (karakter) tidak bisa ditinggalkan dalam berfungsinya
pendidikan. Oleh karena itu, sebagai fungsi yang melekat pada
keberadaan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban bangsa,
pendidikan karakter merupakan manifestasi dari peran tersebut. Untuk itu,
pendidikan karakter menjadi tugas dari semua pihak yang terlibat dalam
usaha pendidikan (pendidik).
Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang
diintegrasikan ke dalam seluruh masyarakat sekolah sebagai suatu strategi
untuk membantu mengingatkan kembali siswa untuk berhubungan dengan
konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu siaga dalam lingkungan
pendidikan, dan menginvestasikan kembali masyarakat untuk berpartisipasi
aktif sebagai warga negara.
Nah kemudian muncul berbagai pertanyaan tentang pendidikan
karakter. Diantaranya yaitu Mengapa perlu pendidikan karakter? Apakah ”karakter” dapat dididikkan?
Karakter apa yang perlu dididikkan? Bagaimana mendidikkan aspek-aspek karakter
secara efektif? Bagaimana mengukur keberhasilan sebuah pendidikan karakter?
Siapa yang harus melakukan pendidikan karakter?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali diperkuat oleh
kebijakan yang menjadikan pendidikan karakter sebagai ”program” pendidikan nasional
di Indonesia terutama dalam Kementerian Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia
Bersatu II. ”Pendidikan karakter” bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan
nasional Indonesia. Menurut Lickona ada tujuh alasan mengapa
pendidikan karakter itu harus disampaikan:
- Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian yang baik dalam kehidupannya;
- Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik;
- Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;
- Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat yang beragam;
- Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah;
- Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan
- Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.
Jika pendidikan karakter diselenggarakan di sekolah maka
konselor sekolah akan menjadi pioner dan sekaligus koordinator program
tersebut. Hal itu karena konselor sekolah yang memang secara khusus
memiliki tugas untuk membantu siswa mengembangkan kepedulian sosial dan
masalah-masalah kesehatan mental, dengan demikian konselor sekolah harus
sangat akrab dengan program pendidikan karakter.
Konselor sekolah harus mampu melibatkan semua pemangku
kepentingan (siswa, guru bidang studi, orang tua, kepala sekolah) di dalam
mensukseskan pelaksanaan programnya. Mulai dari program pelayanan dasar
yang berupa rancangan kurikulum bimbingan yang berisi materi tentang
pendidikan karakter, seperti kerja sama, keberagaman, kejujuran, menangani
kecemasan, membantu orang lain, persahabatan, cara belajar, menejemen
konflik, pencegahan penggunaan narkotika, dan sebagainya. Program
perencanaan individual berupa kemampuan untuk membuat pilihan, pembuatan
keputusan, dan seterusnya. Program pelayanan responsif yang antara
lain berupa kegiatan konseling individu, konseling kelompok.
D. Pentingnya
Pendidikan Karakter
Sepanjang sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada
hakekatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan
pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good).
Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi
menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih
sulit atau bahkan sangat sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan
bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang
mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun.
Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian
menempatkan pentingnya penyelengaraan pendidikan karakter. Rujukan kita sebagai
orang yang beragama (Islam misalnya) terkait dengan problem moral dan
pentingnya pendidikan karakter dapat dilihat dari kasus moral yang pernah
menimpa kedua
Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan
dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku.
Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti.
Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan
pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku
aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak
baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural.
Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia
dewasa ini, terutama di kalangan siswa, menuntut deselenggarakannya pendidikan
karakter. Sekolah dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk
menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa
membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik.
Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai
tertentu –seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil dan
membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak
diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia
dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.
E. Program
Adiwiyata
Adiwiyata adalah sebuah program
yang digulirkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Adiwiyata mempunyai pengertian atau makna sebagai tempat
yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh secara ilmu pengetahuan dan berbagai
norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya
kesejahteraan hidup menuju kearah cita-cita pembangunan berkelanjutan. Program
adiwiyata diimplementasikan di sekolah sebagai upaya untuk menciptakan kondisi
yang baik bagi sekolah sebagai tempat pembelajaran dan penyadaran warga
sekolah, sehingga dikemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut
bertanggungjawab dalam upaya penyelamatan lingkungan bagi sekolah dasar dan
menengah di Indonesia. Program Adiwiyata harus berdasarkan norma-norma
Kebersamaan, Keterbukaan, Kejujuran, Keadilan, dan Kelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam. Hal tersebut selaras dengan program
pendidikan karakter bangsa yang sekarang ini sedang gencar digulirkan oleh
pemerintah.
Sekolah dikatakan sebagai sekolah
adiwiyata jika telah melaksanakan indikator dan kriteria program adiwiyata,
yaitu :
1 Pengembangan Kebijakan Sekolah Peduli dan Berbudaya
Lingkungan
Untuk
mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan maka diperlukan
beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakannya kegiatan-kegiatan
pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan.
Pengembangan
kebijakan sekolah tersebut antara lain:
- Visi dan misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan
- Kebijakan sekolah dalam mengembangkan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup.
- Kebijakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (tenaga kependidikan dan non-kependidikan) di bidang pendidikan lingkungan hidup.
- Kebijakan sekolah dalam upaya penghematan sumber daya alam.
- Kebijakan sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan sekolah yang bersih dan sehat.
- Kebijakan sekolah untuk pengalokasian dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan masalah lingkungan hidup.
Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan
Penyampaian
materi lingkungan hidup kepada para siswa dapat dilakukan melalui kurikulum
secara terintegrasi atau monolitik. Pengembangan materi, model pembelajaran dan
metode belajar yang bervariasi, dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada
siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan
sehari-hari (isu local).
Pengembangan
kurikulum tersebut dapat dilakukan antara lain:
- Pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran.
- Penggalian dan pengembangan materi dan persoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar.
- Pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan budaya.
- Pengembangan kegiatan kurikuler untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup.
3 Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipatif
Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya
lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas
pembelajaran lingkungan hidup. Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan
masyarakat disekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan
manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya. Kegiatan –
kegiatan tersebut antara lain:
- Menciptakan kegiatan ekstra kurikuler/kurikuler di bidang lingkungan hidup berbasis patisipatif di sekolah.
- Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak luar.
- Membangun kegiatan kemitraan atau memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.
4 Pengelolaan dan atau Pengembangan Sarana Pendukung Sekolah
Dalam
mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu didukung sarana
dan prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup, antara lain
meliputi:
- Pengembangan fungsi sarana pendukung sekolah yang ada untuk pendidikan lingkungan hidup.
- Peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar kawasan sekolah.
- Penghematan sumberdaya alam (listrik, air, dan ATK).
- Peningkatan kualitas pelayanan makanan sehat.
- Pengembangan sistem pengelolaan sampah.
- Merubah perilaku warga sekolah untuk melakukan budaya pelestarian lingkungan.
- Meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan operasional sekolah.
- Meningkatkan penghematan sumber dana melalui pengurangan sumber daya dan energi.
- Meningkatkan kondisi belajar mengajar yang lebih nyaman dan kondusif bagi semuawarga sekolah.
- Menciptakan kondisi kebersamaan bagi semua warga sekolah.
- Dapat menghindari berbagai resiko dampak lingkungan di wilayah sekolah.
- Menjadi tempat pembelajaran bagi generasi muda tentang pemeliharaan dan pengelolaanlingkungan hidup yang baik, dan benar.
- Mendapat penghargaan sekolah Adiwiyata Tingkat Kabupaten, Propinsi dan Tingkat Nasional
F. Implementasi
Program Adiwiyata dalam Mewujudkan Pendidikan Berkarakter
Program Adiwiyata
adalah salah satu cara dari banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan
pendidikan karakter di sekolah. Konsep karakter tidak cukup
dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran
di sekolah, namun harus lebih dari itu,
dijalankan dan dipraktekan. Sekolah harus menjadikan pendidikan karakter
sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan
seruan nyata yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah dalam keseharian kegiatan di sekolah.
Norma-norma Kebersamaan,
Keterbukaan, Kejujuran, Keadilan, dan Kelestarian Fungsi Lingkungan Hidup
dan Sumber Daya Alam dalam program adiwiyata sangat selaras dengan pendidikan
karakter bangsa, karena prinsip program adiwiyata yaitu partisipatif dan
berkelanjutan dimana semua warga sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang
meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai
tanggung Jawab dimana seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan
terus menerus secara komprehensif, artinya sekolah menyediakan tempat, sarana,
dan berbagai kebijakan yang mendukung dalam upaya pelaksanaan pendidikan
karakter secara nyata dan berkelanjutan. Lalu, bagaimana peranan seorang guru
?. Guru sebagai ujung tombak dalam pendidikan disini berperan sebagai model
nyata dan motivator bagi siswa dalam membentuk dan mewujudkan karakter peserta
didik yang berdasarkan karakter bangsa. Guru juga sebagai observator dan
evaluator dalam keberhasilan pendidikan karakter
Observasi atau
pengamatan yang disertai dengan indikator perilaku yang dikehendaki merupakan
alat ukur yang tepat untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter. Misalnya,
mengamati seorang siswa di kelas selama pelajaran tertentu, tentunya siswa
tersebut tidak tahu saat dia sedang di observasi. Nah, kita dapat menentukan
indikator seorang siswa yang peduli lingkungan jika dia bisa membuang sampah
pada tempatnya dengan benar, anggaplah dia bisa memilah sampah organik atau
anorganik kemudian membuangnya ke tempat sampah yang disediakan dengan benar. Keadaan ini harus dibandingkan dengan beberapa
situasi, bukan hanya didalam kelas saja. Ada banyak cara untuk mengukur hal
ini, gunakan kreativitas anda serta kerendahan hati untuk belajar lebih maksimal agar pengukuran ini lebih sempurna.
Sebagai contoh
kegiatan, sekolah menerapkan kebijakan penilaian taman dan kebersihan kelas
yang dilaksanakan setiap hari dengan kriteria yang telah disepakati bersama.
Walikelas akan mengkondisikan siswa untuk bagaimana caranya supaya kelas dan
taman itu menjadi bersih, nyaman, indah dan tidak kalah dengan kelas lain.
Keadaan seperti ini akan memacu siswa untuk berkompetitif, bekerja sama, cinta
kebersihan, kerja keras dan bertanggungjawab terhadap tugas-tugas serta
lingkungannya. Bagaimana dengan guru yang bukan walikelas ?. Tentunya mereka
berperan sebagai model, pengamat dan penilai.
Nilai kerja keras,
kerja sama, cinta lingkungan pun akan lebih mudah ditanamkan disini, sebagai
contoh kejujuran dan kesadaran dalam menjaga kebersihan dan membuang sampah.
Keadaan dan situasi yang berlangsung terus menerus dan berulang-ulang seperti
ini, akan mengimbas dalam kehidupan siswa di luar lingkungan sekolah.
Ada banyak kegiatan
dalam program adiwiyata yang bisa dijadikan sebagai sarana nyata bukan hanya
wacana saja tanpa aksi bagi keberhasilan pembentukan karakter putra bangsa.
G. Kesimpulan
Bukan suatu upaya mudah
dan cepat membentuk siswa yang berkarakter. Hal tersebut memerlukan
upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan Moral
Choice (keputusan moral) yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata,
sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu
untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang. Dengan kerja keras dan
komitmen tinggi antar warga sekolah akan bisa dengan mudah membentuk siswa yang
berkarakter. Begitu pentingnya pendidikan karakter
di negeri ini, untuk itu bagi para guru, konselor, dosen maupun orang tua
hendaknya senantiasa menanamkan karakter pada anak didiknya. Khusus bagi
konselor sekolah di Indonesia baik secara langsung maupun tidak
langsung berkewajiban menyelenggarakan program pelayanan yang bernuansa nilai-nilai pendidikan karakter.
Referensi
Timothy
Wibowo;
http://www.pendidikankarakter.com/mewujudkan-pendidikan-karakter-yang-berkualitas
Theodore Roosevelt dalam Timothy Wibowo; http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-pendidikan-karakter-dalam-dunia-pendidikan/
Daniar Murdi http://indo-pendidikan.blogspot.com/2013/08/pentingnya-pendididkan-karakter-di-usia.html
Haryanto, S.Pd onDecember 5, 2012 http://belajarpsikologi.com/mengapa-perlu-adanya-pendidikan-karakter
http://kartikaprams.blogspot.com/2012/11/program-adiwiyata-lingkungan-hidup.html
Label: Pendidikan Karakter
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda