Sabtu, 29 Oktober 2016

Mewujudkan Pendidikan Berkarakter Melalui Program Adiwiyata

MEWUJUDKAN PENDIDIKAN BERKARAKTER MELALUI PROGRAM ADIWIYATA
oleh
Misri Astutik
 
A.    Latar Belakang
 Tujuan pendidikan bukan hanya melahirkan insan yang cerdas, namun juga menciptakan insan yang berkarakter kuat. Seperti yang dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni “intelligence plus character that is the goal of true education” (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).
Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Dalam tataran teori, pendidikan karakter sangat menjanjikan bagi menjawab persoalan pendidikan di Indonesia. Namun dalam tataran praktik, seringkali terjadi bias dalam penerapannya. Tetapi sebagai sebuah upaya, pendidikan karakter haruslah sebuah program yang terukur pencapaiannya. Bicara mengenai pengukuran artinya harus ada alat ukurnya, kalau alat ukur pendidikan matematika jelas, berikan soal ujian jika nilainya diatas strandart kelulusan artinya dia bisa. Nah, bagaimana dengan pendidikan karakter?
Jika diberi soal mengenai pendidikan karakter maka soal tersebut tidak benar-benar mengukur keadaan sebenarnya. Misalnya, jika anda menemukan sampah plastik dalam radius satu meter dengan anda, apa yang anda lakukan ?  Untuk hasil nilai ujian yang baik maka jawabannya mengambilnya dan membuangnya di tempat sampah. Apabila hal ini benar-benar terjadi apakah akan terjadi seperti teorinya? Seperti jawaban dalam ujian?. Lalu apa alat ukur pendidikan karakter?
B.     Pendidikan Berkarakter
Kata character berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang. Setelah melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5).
Williams & Schnaps (1999) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai “any deliberate approach by which school personnel, often in conjunction with parents and community members, help children and youth become caring, principled and responsible”.
Maknanya dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, di dalam pendidikan karakter semestinya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.
Observasi atau pengamatan yang disertai dengan indikator perilaku yang dikehendaki. Misalnya, mengamati seorang siswa di kelas selama pelajaran tertentu, tentunya siswa tersebut tidak tahu saat dia sedang di observasi. Nah, kita dapat menentukan indikator seorang siswa yang peduli lingkungan jika dia bisa membuang sampah pada tempatnya dengan benar, anggaplah dia bisa memilah sampah organik atau anorganik kemudian membuangnya ke tempat sampah yang disediakan dengan benar.  Mudah bukan? Dan ini harus dibandingkan dengan beberapa situasi, bukan hanya didalam kelas saja. Ada banyak cara untuk mengukur hal ini, gunakan kreativitas anda serta kerendahan hati untuk belajar lebih maksimal agar pengukuran ini lebih sempurna.
Akan tetapi membentuk siswa yang berkarakter bukan suatu upaya mudah dan cepat. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan Moral Choice (keputusan moral) yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang. Menurut Helen Keller (manusia buta-tuli pertama yang lulus cum laude dari Radcliffe College di tahun 1904) “Character cannot be develop in ease and quite. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved”.
C.     Bagaimana Mengembangkan Karakter
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia.
Pendidikan bukan sekedar berfungsi sebagai media untuk mengembangkan kemampuan semata, melainkan juga berfungsi untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat. Dari hal ini maka sebenarnya pendidikan watak (karakter) tidak bisa ditinggalkan dalam berfungsinya pendidikan. Oleh karena itu, sebagai fungsi yang melekat pada keberadaan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban bangsa, pendidikan karakter merupakan manifestasi dari peran tersebut. Untuk itu, pendidikan karakter menjadi tugas dari semua pihak yang terlibat dalam usaha pendidikan (pendidik).
Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam seluruh masyarakat sekolah sebagai suatu strategi untuk membantu mengingatkan kembali siswa untuk berhubungan dengan konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu siaga dalam lingkungan pendidikan, dan menginvestasikan kembali masyarakat untuk berpartisipasi aktif sebagai warga negara.
Nah kemudian muncul berbagai pertanyaan tentang pendidikan karakter. Diantaranya yaitu Mengapa perlu pendidikan karakter? Apakah ”karakter” dapat dididikkan? Karakter apa yang perlu dididikkan? Bagaimana mendidikkan aspek-aspek karakter secara efektif? Bagaimana mengukur keberhasilan sebuah pendidikan karakter? Siapa yang harus melakukan pendidikan karakter?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali diperkuat oleh kebijakan yang menjadikan pendidikan karakter sebagai ”program” pendidikan nasional di Indonesia terutama dalam Kementerian Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II. ”Pendidikan karakter” bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Menurut Lickona ada tujuh alasan mengapa pendidikan karakter itu harus disampaikan:
  1. Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian yang baik dalam kehidupannya;
  2. Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik;
  3. Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;
  4. Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat yang beragam;
  5. Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah;
  6. Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan
  7. Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.
Jika pendidikan karakter diselenggarakan di sekolah maka konselor sekolah akan menjadi pioner dan sekaligus koordinator program tersebut. Hal itu karena konselor sekolah yang memang secara khusus memiliki tugas untuk membantu siswa mengembangkan kepedulian sosial dan masalah-masalah kesehatan mental, dengan demikian konselor sekolah harus sangat akrab dengan program pendidikan karakter.
Konselor sekolah harus mampu melibatkan semua pemangku kepentingan (siswa, guru bidang studi, orang tua, kepala sekolah) di dalam mensukseskan pelaksanaan programnya. Mulai dari program pelayanan dasar yang berupa rancangan kurikulum bimbingan yang berisi materi tentang pendidikan karakter, seperti kerja sama, keberagaman, kejujuran, menangani kecemasan, membantu orang lain, persahabatan, cara belajar, menejemen konflik, pencegahan penggunaan narkotika, dan sebagainya. Program perencanaan individual berupa kemampuan untuk membuat pilihan, pembuatan keputusan, dan seterusnya. Program pelayanan responsif yang antara lain berupa kegiatan konseling individu, konseling kelompok.
D.    Pentingnya Pendidikan Karakter
Sepanjang sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada hakekatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun.
Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya penyelengaraan pendidikan karakter. Rujukan kita sebagai orang yang beragama (Islam misalnya) terkait dengan problem moral dan pentingnya pendidikan karakter dapat dilihat dari kasus moral yang pernah menimpa kedua
Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural.
Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan siswa, menuntut deselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu –seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil dan membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.
  E.     Program Adiwiyata
Adiwiyata adalah sebuah program yang digulirkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Adiwiyata mempunyai pengertian  atau makna sebagai tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh secara ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup menuju kearah cita-cita pembangunan berkelanjutan. Program adiwiyata diimplementasikan di sekolah sebagai upaya untuk menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah sebagai tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga dikemudian  hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggungjawab dalam upaya penyelamatan lingkungan bagi sekolah dasar dan menengah di Indonesia. Program Adiwiyata harus berdasarkan norma-norma Kebersamaan, Keterbukaan, Kejujuran, Keadilan, dan Kelestarian  Fungsi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam. Hal tersebut selaras dengan program pendidikan karakter bangsa yang sekarang ini sedang gencar digulirkan oleh pemerintah.
Sekolah dikatakan sebagai sekolah adiwiyata jika telah melaksanakan indikator dan kriteria program adiwiyata, yaitu :
    Pengembangan Kebijakan Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan
Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakannya kegiatan-kegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan.
Pengembangan kebijakan sekolah tersebut antara lain:
  1. Visi dan misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan
  2.  Kebijakan sekolah dalam mengembangkan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup.
  3.  Kebijakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (tenaga kependidikan dan non-kependidikan) di bidang pendidikan lingkungan hidup.
  4. Kebijakan sekolah dalam upaya penghematan sumber daya alam.
  5. Kebijakan sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan sekolah yang bersih dan sehat.
  6. Kebijakan sekolah untuk pengalokasian dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan masalah lingkungan hidup.
     Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan
Penyampaian materi lingkungan hidup kepada para siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi atau monolitik. Pengembangan materi, model pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi, dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan sehari-hari (isu local).
Pengembangan kurikulum tersebut dapat dilakukan antara lain:
  1. Pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran.
  2. Penggalian dan pengembangan materi dan persoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar.
  3. Pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan budaya.
  4. Pengembangan kegiatan kurikuler untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup.
3   Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipatif
Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup. Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat disekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya. Kegiatan – kegiatan tersebut antara lain:
  1. Menciptakan kegiatan ekstra kurikuler/kurikuler di bidang lingkungan hidup berbasis patisipatif di sekolah.
  2. Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak luar.
  3. Membangun kegiatan kemitraan atau memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.
4   Pengelolaan dan atau Pengembangan Sarana Pendukung Sekolah
Dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu didukung sarana dan prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup, antara lain meliputi:
  1. Pengembangan fungsi sarana pendukung sekolah yang ada untuk pendidikan lingkungan hidup.
  2. Peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar kawasan sekolah.
  3. Penghematan sumberdaya alam (listrik, air, dan ATK).
  4. Peningkatan kualitas pelayanan makanan sehat.
  5. Pengembangan sistem pengelolaan sampah.
Manfaat dari dilaksanakannya program adiwiyata adalah, antara lain :
  1. Merubah perilaku warga sekolah untuk melakukan budaya pelestarian lingkungan.
  2. Meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan operasional sekolah.
  3. Meningkatkan penghematan sumber dana melalui pengurangan sumber daya dan energi.
  4. Meningkatkan kondisi belajar mengajar yang lebih nyaman dan kondusif bagi semuawarga sekolah.
  5. Menciptakan kondisi kebersamaan bagi semua warga sekolah.
  6. Dapat menghindari berbagai resiko dampak lingkungan di wilayah sekolah.
  7. Menjadi tempat pembelajaran bagi generasi muda tentang pemeliharaan dan pengelolaanlingkungan hidup yang baik, dan benar.
  8. Mendapat penghargaan sekolah Adiwiyata Tingkat Kabupaten, Propinsi dan Tingkat Nasional
 F.      Implementasi Program Adiwiyata dalam Mewujudkan Pendidikan Berkarakter
Program Adiwiyata adalah salah satu cara dari banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah. Konsep karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan dipraktekan. Sekolah harus menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang berkembang dengan baik di sekolah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah dalam keseharian kegiatan di sekolah.
Norma-norma Kebersamaan, Keterbukaan, Kejujuran, Keadilan, dan Kelestarian  Fungsi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam dalam program adiwiyata sangat selaras dengan pendidikan karakter bangsa, karena prinsip program adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan dimana semua warga sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggung Jawab dimana seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komprehensif, artinya sekolah menyediakan tempat, sarana, dan berbagai kebijakan yang mendukung dalam upaya pelaksanaan pendidikan karakter secara nyata dan berkelanjutan. Lalu, bagaimana peranan seorang guru ?. Guru sebagai ujung tombak dalam pendidikan disini berperan sebagai model nyata dan motivator bagi siswa dalam membentuk dan mewujudkan karakter peserta didik yang berdasarkan karakter bangsa. Guru juga sebagai observator dan evaluator dalam keberhasilan pendidikan karakter
Observasi atau pengamatan yang disertai dengan indikator perilaku yang dikehendaki merupakan alat ukur yang tepat untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter. Misalnya, mengamati seorang siswa di kelas selama pelajaran tertentu, tentunya siswa tersebut tidak tahu saat dia sedang di observasi. Nah, kita dapat menentukan indikator seorang siswa yang peduli lingkungan jika dia bisa membuang sampah pada tempatnya dengan benar, anggaplah dia bisa memilah sampah organik atau anorganik kemudian membuangnya ke tempat sampah yang disediakan dengan benar.  Keadaan  ini harus dibandingkan dengan beberapa situasi, bukan hanya didalam kelas saja. Ada banyak cara untuk mengukur hal ini, gunakan kreativitas anda serta kerendahan hati untuk belajar lebih maksimal agar pengukuran ini lebih sempurna.
Sebagai contoh kegiatan, sekolah menerapkan kebijakan penilaian taman dan kebersihan kelas yang dilaksanakan setiap hari dengan kriteria yang telah disepakati bersama. Walikelas akan mengkondisikan siswa untuk bagaimana caranya supaya kelas dan taman itu menjadi bersih, nyaman, indah dan tidak kalah dengan kelas lain. Keadaan seperti ini akan memacu siswa untuk berkompetitif, bekerja sama, cinta kebersihan, kerja keras dan bertanggungjawab terhadap tugas-tugas serta lingkungannya. Bagaimana dengan guru yang bukan walikelas ?. Tentunya mereka berperan sebagai model, pengamat dan penilai.
Nilai kerja keras, kerja sama, cinta lingkungan pun akan lebih mudah ditanamkan disini, sebagai contoh kejujuran dan kesadaran dalam menjaga kebersihan dan membuang sampah. Keadaan dan situasi yang berlangsung terus menerus dan berulang-ulang seperti ini, akan mengimbas dalam kehidupan siswa di luar lingkungan sekolah.
Ada banyak kegiatan dalam program adiwiyata yang bisa dijadikan sebagai sarana nyata bukan hanya wacana saja tanpa aksi bagi keberhasilan pembentukan karakter putra bangsa.
 G.    Kesimpulan
Bukan suatu upaya mudah dan cepat membentuk siswa yang berkarakter. Hal tersebut memerlukan upaya terus menerus dan refleksi mendalam untuk membuat rentetan Moral Choice (keputusan moral) yang harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata, sehingga menjadi hal yang praktis dan reflektif. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang. Dengan kerja keras dan komitmen tinggi antar warga sekolah akan bisa dengan mudah membentuk siswa yang berkarakter. Begitu pentingnya pendidikan karakter di negeri ini, untuk itu bagi para guru, konselor, dosen maupun orang tua hendaknya senantiasa menanamkan karakter pada anak didiknya. Khusus bagi konselor sekolah di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung berkewajiban menyelenggarakan program pelayanan yang bernuansa nilai-nilai pendidikan karakter.
Referensi
Timothy Wibowo; http://www.pendidikankarakter.com/mewujudkan-pendidikan-karakter-yang-berkualitas
http://kartikaprams.blogspot.com/2012/11/program-adiwiyata-lingkungan-hidup.html

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda